try this

I’rob Nahwu, Filsafat Kehidupan Sosial

Oleh : Moch Syamsuddin AM, Lc
Bangsa Arab adalah bangsa yang memilki nilai sastra yang tinggi dalam kaitannya dengan bahasa mereka. Dalam sejarah sastra diterangkan, bahwa sebuah tradisi rutin yang dilakukan setiap tahun adalah menggelar pasar seni, tempat berkumpulnya para pujangga Arab untuk membanggakan syair-syair mereka. Salah satu pasar seni yang terkenal adalah ‘Ukadz (Suq Ukadz) yang sering disebut-sebut dalam kajian dunia sastra Arab.
Ilmu Nahwu yang merupakan salah satu keilmuan yang membahas tentang gramatika bahasa Arab, dalam perjalanannya, Ilmu Nahwu telah mengalami proses panjang dalam peletakan dan perkembangannya. Lahirnya Ilmu Nahwu pertama kali muncul pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib lewat perantara Abu al-Aswad al-Dualy.  Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin meluasnya “Lahn” kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Arab menurut standar fasih yang salah satu penyebabnya adalah kondisi sosial masyarakat Arab pada saat itu yang mulai bercampur dan berinteraksi dengan
non Arab pasca semakin meluasnya futuhat (ekspansi) wilayah Islam
Untuk kalangan dunia pesantren, keberadaan Ilmu Nahwu tentunya tidak asing dan merupakan mata pelajaran primer yang wajib dipelajari sebagai penopang dalam memahami teks-teks Arab untuk menggali khazanah keilmuan Islam yang
sangat luas. Sehingga bagi sebagian santri, kajian tentang Ilmu Nahwu dianggap sebagai kajian yang menarik dan dinamis, namun banyak juga dari kalangan santri yang merasa jenuh dan mengeluh karena dalam dunia pesantren, kaidah-kaidah Nahwu tidak cukup hanya dipahami, tapi kadang dituntut untuk menghafalkannya, seperti nadzah Imrithi, Alfiyah dan lain sebagainya.
Salah satu kitab Nahwu yang fenomenal dan dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran Ilmu Nahwu di pesantren adalah Alfiyah Ibnu Malik, kalau dikaji dan ditelaah dengan sesungguhnya, kitab karangan ulama Andalus Spanyol ini tidak hanya mengkaji konsep kaidah Nahwu dan Shorof, namun bait-bait yang disuguhkan oleh Ibnu Malik banyak mengandung nilai-nilai kehidupan sosial sehingga tetap menarik dan dinamis untuk dikaji yang kemudian dapat direfleksikan untuk berbagai fenomena yang berkembang di tataran masyarakat sekarang.
Kajian Nahwu sosial merupakan bagian dari ilmu bahasa yang merupakan cermin dari budaya dan peradaban suatu bangsa. Kehidupan menurut sebagian orang laksana roda yang selalu berputar, dalam Ilmu Nahwu dimensi perubahan dalam hidup laksana kajian tentang I’rob.
Dalam pembahasan I’rob, secara bahasa I’rob memiliki makna yang beragam, diantaranya adalah upaya untuk memberikan kejelasan dan upaya untuk mengungkapkan sebuah perasaan. Sedangkan secara istilah dikatakan sebagai perubahan yang terjadi pada akhir kalimat karena berbagai factor yang melatarbelakangi dan menjadi penyebab perubahan tersebut, baik secara tampak atau tidak.
Perputaran roda kehidupan manusia tentunya akan mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya, yang disebabkan oleh berbagai factor yang mendukung perubahan tersebut, baik secara langsung atau tidak.
Dalam Ilmu Nahwu dijelaskan bahwa I’rob terbagi 4, yaitu I’rob Rofa, yang tanda utamanya adalah dengan dhomah, I’rob Nashob, yang ditandai dengan fathah. I’rob Jar / Khofadz, yang ditandai dengan kasroh, dan I’rob Jazm, yang ditandai dengan sukun. Sebuah lafadz akan mengalami sebuah perubahan dalam harakat akhirnya yang disebabkan oleh berbagai factor pendukungnya, sama halnya dengan kehidupan manusia, kadang diatas seperti posisi harakat Dlommah dan Fathah yang berada di atas, kadang di bawah seperti harakat kasrah yang berposisi di bawah, dan ending dari semuanya adalah sebuah kematian (Sukun) yang merupakan sebuah keharusan (Jazm).
Dalam kajian Nahwu, ketika ingin menentukan status I’rob dari sebuah lafadz, maka yang harus dikaji dulu adalah status dari lafadz itu sendiri, Isim, Fi’il atau Huruf beserta segala perangkat kajian statusnya yang tentunya membutuhkan sebuah proses panjang. Seperti halnya dalam kehidupan, apapun yang diinginkan, harus melalui proses demi meraih cita-citanya.
  I’rob Rofa yang ditandai dengan dlammah memiliki sebuah pengertian yang menarik. Dalam kacamata bahasa, Rofa’ berarti luhur/tinggi dan terhormat. Sedangkan Dhommah adalah bersatu/berkumpul. Konsep persatuan dalam tataran agama dan Negara merupakan sebuah konsep yang harus dijunjung tinggi demi terciptanya hubungan harmonis antar sesama makhluk Allah dalam bingkai menjalin dan menjaga ikatan Ukhuwah, sehingga menjadi masyarakat yang berbudi luhur dan terhormat seperti halnya dengan posisi dhommah yang selalu berada di atas.










I’rob Nashab yang ditandai dengan fathah, secara bahasa, Nashab adalah sebuah kerja keras. Sedangkan fathah adalah sebuah keterbukaan. Untuk menjunjung tinggi konsep persatuan dan kesatuan, dibutuhkan sebuah kerja keras dalam  cakrawala berfikir yang terbuka dengan mengakomodir sikap adil, bijaksana,toleransi, kesetaraan hak, dan lain sebagainya sehingga nilai Islam yang universal rahmatal lil alamin dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyakat demi tegakknya nilai persatuan dan kesatuan seperti halnya harakat fathah yang berada di atas dengan posisi melintang sebagai bentuk makna pendirian yang teguh dan tegas.
I’rob Jar yang dalam sebagian kitab Nahwu, juga disebut dengan istilah Khofdz ditandai dengan harakat kasrah. Dalam kajian bahasa berarti rendah hati. Sedangkan kasrah memiliki arti pecah ataupun perpecahan. Dalam kontek menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan, sikap rendah hati (tawadhu’) adalah sangat urgen diakomodir dengan tidak bersifat keras kepala, egois, sombong dan memaksakan kehendak, dan mengedepankan sikap toleransi dalam menyikapi perbedaan-perbedaan pendapat dan pemahaman yang ada untuk mencegah terjadinya perpecahan antar sesama makhluk Allah seperti halnya harakat kasrah yang selalu berposisi dibawah untuk menghindari perpecahan.
I’rob Jazm yang ditandai dengan sukun. Secara bahasa Jazm adalah kemantapan dan kepastian, sedangkan sukun adalah ketenangan yang dalam segi bacaan, harakat sukun adalah tanda mati. Setelah semua proses dilalui, ending kehidupan di dunia adalah kematian. Ini berarti bahwa kemantapam dan kepastian untuk menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan (Rofa’-Dlommah), bersikap terbuka dengan hidup penuh toleransi terhadap perbedaan pemahaman (Nashob-Fathah), dan selalu rendah hati dalam menyikapi perbedaan agar tidak timbul perpecahan (Jar/Khofdz-Kasrah), maka sebuah kemantapan/Iktikat kuat akan melahirkan ketenangan ((Jazm-Sukun).
Dalam hal ini, Ibnu Malik, pengarang kitab Alfiyah, dalam salah satu bait-baitnya mengatakan :
فارفع بضمّ وانصبن فتحا وجرّ *** كسرا كذكر الله عبده يسر.
واجزم بتسكين وغير ما ذكر*** ينوب نحو جاأخو بني نمر.
ـJunjunglah tinggi asas persatuan, bekerja keraslah dalam kerangka berfikir demi terciptanya keterbukaan, dan hindari perpecahan agar selalu diingat oleh Allah sebagai hamba yang membanggakan
Dan bertekadlah dengan sebuah ketenangan. Sedangkan selain itu hanyalah sebagai cara lain yang mengarah terhadap terciptanya ikatan persaudaraan sebagai sarana pemersatu yang mengayomi.
Wallahu ‘A’lam Bis Showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

cari makalah

Search Term:

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.